Dia memang tidak terlalu pandai dalam pendidikan namun itulah yang
membuat ia untuk selalu berusaha dan pantang menyerah. Ejekan dan hinaan
ia jadikan pelajaran agar menjadi yang lebih baik. Ia terima dengan
lapang dada apapun hasilnya entah itu sebuah keberhasilan ataupun
ketidakkeberhasilan. Senyuman manis yang muncul dari bibirnyalah yang
membuat ia tak pernah sedih. Dinda itulah semua orang akrab
memanggilnya. Setiap waktu, hari - harinya ia pergunakan untuk
belajar,belajar dan belajar. Tak ada kegiatan lain yang ia pergunakan
selain belajar. Keluarganya memang sangat mementingkan pendidikan
walaupun uang yang tak mencukupi. Berbagai cara orang tuanya mencari
uang agar anak – anaknya bisa sekolah, mengingat kedua orang tuanya dulu
ingin bersekolah namun karena keterbatasan biaya tak dapat melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi. Bermodalkan becak setiap hari
menghantarkan orang yang akan bepergian dengan hasil yang tak menentu.
Dinda memang anak yang sederhana, ia tak malu mempunyai orang tua yang
bekerja sebagai tukang becak. Disisi lain ia malah bangga karena
becaklah yang membuat ia bisa sampai seperti ini.
Pagi ini terasa
sangat dingin, kicauan burung yang merdu, kokokan ayam yang begitu
indah. Seakan ia ingin cepat – cepat berangkat ke sekolah dan menerima
pelajaran. Fero kakak dinda sudah berangkat bekerja terlebih dahulu
menjadi guru sekolah dasar. Bapaknya juga sudah berangkat bekerja karena
takut kehilangan penumpang langganannya. Kini di rumah tinggalah ibu
dengan Dinda, berat rasanya Dinda meninggalkan ibunya di rumah sendiri.
Namun mau dikata apa ia harus rela demi menimba ilmu di sekolah. Hanya
dengan senyuman manis yang keluar dari bibir Dinda lebih dari cukup
untuk ucapan selamat tinggal kepada ibunya.
Hari ini di sekolah
terasa sangat sepi hanya beberapa orang yang datang. Karena Dinda
berangkat ke sekolah masih pukul 06.30 terlalu pagi untuk anak berangkat
ke sekolah. Satu persatu seorang siswa/siswi datang ada yang diantar
oleh orang tuanya, ada yang memakai kendaraan sendiri dan ada juga yang
jalan kaki. Sekarang ini Dinda sudah kelas 3 sma. Ia memandangi
pepohonan dari depan pintu kelasnya. Tiba –tiba seseorang datang lalu
mengejutkan Dinda yang sedang melamun.
“Dinda”teriak orang tersebut sambil menepuk pundak sebelah kanan Dinda
Dinda
terkejut namun ia tidak marah malah ia tersenyum. Ya, seseorang yang
mengagetkan Dinda adalah sahabat terbaiknya. Sebut saja Toni ia yang
selama ini menemani Dinda di saat senang maupun sedih. Dinda dan Toni
sudah berteman sejak kecil. Meskipun Toni anak orang kaya ia tak malu
berteman dengan Dinda. Karena Toni berfikir bahwa semua orang didunia
ini sama tak ada kata orang miskin ataupun orang kaya.
“tumben kamu sudah datang kan ini masih jam 07.00”Tanya Dinda
“sesekali datang pagi juga gak apa – apakan”jawab toni dengan menaikkan kedua alisnya
“ya gak apa-apa sih”kata dinda
Lalu mereka mengobrol `di depan pintu kelas. Tanpa menghiraukan di
sekitarnya seakan – akan dunia ini milik mereka berdua. Tertawa itulah
yang membuat mereka bahagia. Menghapuskan segala kesedihan yang ada di
dalam hati mereka. Tak lama kemudian datanglah Vega anak seorang
pengusaha kue. Di sekolah Vega di kenal sebagai seorang murid yang
sombong merendahkan orang lain. Maka dari itulah ia tak mempunyai
seorang teman.
“minggir”kata Vega dengan nada sombongnya kepada Dinda
“hei kalo bicara pelan saja ngapa”ketus Toni yang sudah geregetan atas kelakuan Vega terhadap Dinda
“maaf tapi gak bisa”kata Vega dengan nada sok polos
“sudahlah Toni biarkan saja”kata dinda penuh kesabaran
“itu temen kamu aja bilang gak apa-apa”
Hanya Dindalah yang dapat meredam kemarahan Toni ia tak bisa berkata
lain kalau Dinda sudah berkata tidak. Bel telah di bunyikan semua murid
masuk kekelas masing- masing termasuk Dinda dan Toni yang kebetulan
mereka satu bangku. Entah mengapa pelajaran kali ini membuat Dinda
mengantuk padahal sebelumnya ia tak pernah seperti ini. Apakah karena
tadi malam ia tidur kemalaman karena belajar atau karena hal lain.
Beberapa jam kemudian waktunya istirahat semua murid pergi ke kantin
untuk membeli makanan. Namun tidak dengan dinda, ia memilih membawa
bekal dari rumah masakan ibunya. Uang saku yang di berikan oleh ayahnya
ia tabung meskipun tak banyak yang penting cukup. Jika ia menginkan
sesuatu ia selalu berfikir dua kali. Sebab ia berpendapat dari pada uang
untuk membeli sesuatu yang gak penting mending ditabung. Ia teringat
oleh pesan bapaknya”jangankau hambur – hamburkan uang sesuatu yang gak
penting mendingan kau pergunakan uang tersebut untuk masa depan karena
di depan kamu itu masih banyak yang menunggu”. Itulah yang membuat Dinda
selama ini hidup hemat. Kali ini ibunya membekali Dinda dengan nasi
lalu dari atasnya dikasih sayur asem itupun lebih dari cukup.
Namun,ketika Dinda makan bekal tersebut di dalam kelas Toni juga ikut
mengeluarkan bekalnya. Dinda terkejut melihat Toni membawa bekal. Karena
sebelumnya Toni tidak pernah membawa bekal dari rumah. Malah ia membeli
makanan di kantin.
“tumben kamu bawa bekal biasanya makan di kantin”Tanya Dinda sambil menyantap makanannya
“aku
gak mau melihat kamu makan sendirian di kelas masa iya aku makan di
kantin kamu makan dikelas”jawab Toni sembari membuka bekalnya
“makasih ya”kata Dinda
“sama
–sama, oya kita tukeran bekal yuk aku juga ingin merasakan bekal
masakan ibu”ajak Toni sembari menyodorkan bekalnya kepada Dinda
“tapi……………………”kata Dinda belum selesai bicara
“udah sini bekal kamu ni bekal aku jangan lupa di habiskan”kata Toni dengan menarik bekal Dinda
“makasih ya”ucap Dinda tanpa tertinggal dengan senyuman manisnya
“iya sama – sama kamu tu kebanyakan bilang terima kasih deh”kata Toni
Mereka berdua pun memakan bekal tersebut dengan lahap. Sampai – sampai
tak terasa makanan tersebut sudah habis. Tidak lama kemudian bel masuk
telah di perbunyikan menandakan di mulainya pelajaran selanjutnya. Guru
pun masuk ke dalam kelas dan melanjutkan materi. Hingga beberapa jam
kemudian waktunya pulang. Dinda pulang jalan kaki namun ia tak mengeluh
karena ia bersyukur Tuhan masih memberikan kedua kakinya sehat tanpa
cacat sedikitpun. Mengingat beberapa orang di luar sana yang banyak
tidak bisa jalan akibat sebuah kecelakaan ataupun disebabkan hal lain,
betapa inginnya mereka bisa berjalan seperti orang normal lainnya.
Ketika Dinda berjalan masih sampai di depan gerbang sekolah Toni datang
dengan mengendarai sepedanya. Toni mengajak dinda untuk berkunjung ke
rumahnya karena ibu Toni kangen dengan Dinda. Akhirnya dengan berbagai
cara Dinda mau ikut dengan Toni. Dalam perjalanan mereka berdua penuh
canda dan tawa. Toni menganggap Dinda bukan hanya sebagai sahabat
melainkan menganggap Dinda sebagai adiknya. Mengingat Toni di rumahnya
sebagai anak tunggal.
Sesampainya dirumah, mereka berdua
mengucapkan salam. Betapa bahagianya ibu Toni melihat dinda ia
menganggap Dinda seperti anaknya sendiri. Ternyata di rumah ibu Toni
sudah menyiapkan makanan untuk Dinda dan Toni ini semua guna menyambut
kedatangan dinda dan Toni. Karena sudah beberapa minggu ini Dinda jarang
kerumah Toni karena Dinda di sibukkan dengan membantu ibunya di rumah.
Hari sudah mulai sore Dinda berpamitan dengan ibu Toni dan Toni.
Sebenarnya Toni ingin menghantarkan Dinda sampai di rumahnya namun ia
malah menolaknya dengan alasaan takut merepotkan Toni, ia memilih untuk
jalan kaki karena rumah Dinda yang tak jauh dengan rumah Toni. Akhirnya
Dinda pulang sendiri, di dalam perjalanan dalam hati ia berkata”betapa
bersyukurnya aku mempunyai keluarga yang sangat aku cintai sahabat yang
selalu ada untukku dan ibu Toni yang sangat menyayangiku seperti
menyayangi anaknya sendiri , mungkin aku adalah orang yang beruntung
namun aku tak akan lupa dengan rasa syukur ini”. Hingga suatu saat Dinda
telah sampai di rumahnya. Ia melihat bapaknya baru pulang dari menarik
becak duduk di kursi sambil mengipas – ngipas tubuhnya dengan topinya
menandakan betapa capeknya bapaknya itu. Dinda tak tega melihat bapaknya
tersebut tanpa berganti pakaian seragam sekolahnya pergi ke dapur di
buatlah segelas kopi panas dengan gula yang tak terlalu banyak. Di
bawanya kopi tersebut kepada bapaknya dengan hati – hati. Bapaknya yang
melihat Dinda tersenyum .
“bapak ini Dinda buatin kopi panas pasti bapak hauskan”kata Dinda sambil menaruh kopi panas tersebut di meja
“makasih ya Dinda tahu aja kalau bapakmu ini haus”
Setelah menaruh kopi panas Dinda berpamitan untuk berganti baju.
Setelah berganti baju, Dinda membantu ibunya yang sedang mencuci
pakaian. Akhirnya mencuci pakian telah selesai ibunya menyuruh Dinda
untuk belajar ia tak usah membantu ibunya membersihkan rumah karena
tugas dari seorang anak adalah belajar, belajar dan belajar. Dinda
menuruti apa perkataan ibunya ia langsung masuk ke dalam kamar untuk
belajar. Dalam hati Dinda berkata”aku harus tetap belajar sampai kapan
pun walaupun sampai ujung dunia ia capai “ itulah kata – kata Dinda
untuk menyemangati hidupnya. Ia tak mau terus – terusan di remehkaan
orang lain ia akan menunjukkan bahwa ia bisa karna itu suatu pencapaian
membutuhkan perjuangan apapun hasilnya diterima dengan lapang dada entah
itu sebuah keberhasilan ataupun sebuah ketidakberhasilan.
Ia
teringat pesan bapaknya bahwa “belajar itu tak ada habisnya kalau kita
masih di beri kesehatan teruslah belajar “. Dinda menganggap belajar
tersebut dengan kewajiban yang harus di jalaninya setiap hari. Ia tak
mau menyianyiakan waktu hanya untuk hal yang tak penting. Cita- cita itu
gak hanya di tulis di buku atapun di lembaran kertas tetapi cita – cita
tersebut harus diwujudkan baru itu menendakan apa yang telah ia
perjuangkan telah membuahkan hasil. Hari sudah mulai malam semua orang
yang ada di rumah sudah tidur namun demi cita – cita dinda akan terus
belajar.
Pukul 12.00
Dinda melihat jam dindingnya ternyata
sudah pukul 12.00 matanya sudah tak kuat untuk membuka. Perlahan – lahan
ia tertidur di kursi dan ditundukkanlah kepalanya di atas meja. Ia
tertidur begitu pulas sampai – sampai tak terasa hari sudah pagi.
Rasanya masih 2 jam lalu Dinda tidur namun sudah pagi. Dinda bangun lalu
dia bersiap – siap untuk berangkat kesekolah. Ia melihat bapaknya masih
duduk santai di kursi seperti menunggu seseorang. Ibunya menyiapkan
bekal untuk Dinda.kali ini ibunya tidak membawakan nasi dengan lauk
melainkan combro. Karena hari ini sayuran yang ada di rumahnya habis.
“bapak kok belum berangkat, nanti pelanggannya kabur lo?”Tanya Dinda
“bapak mau nganterin kamu ke sekolah” jawab bapaknya dengan penuh keyakinan
Dinda terlihat begitu senang, mendengar ucapan bapaknya akan
menghantarkan Dinda ke sekolah. Walaupun ia dihantarkan dengan becak ia
tak merasa malu. Karna ia menganggap tanpa becak keluarganya tidak akan
bisa makan walupun hasilnya tak banyak.
Beberapa jam kemudian
sampailah Dinda dan bapaknyadi sekolah. Sebelum masuk ke sekolah tak
lupa dinda bersalaman dengan bapaknya mengucapkan salam dan senyuman
manis dari bibir mungilnya. Ia berjalan memasuki lorong – lorong sekolah
dengan santai. Sesampainya di dalam kelas ia menunggu kedatangan Toni.
Tak lama kemudian Toni datang dan ditaruhkannya tas di meja.
“Dinda cita cita kamu mau jadi apa?” Tanya toni
Dinda terlihat kebingungan atas pertanyaan Toni. Karena sebelumnya Toni tidak pernah bertanya seperti itu.
“aku
ingin jadi dokter tapi itu kayaknya gak mungkin kamu tahu sendiri kan
aku gak terlalu pandai udah gitu masuk di fakultas kedokteran kan mahal
mana mungkin bapak sama ibuku bisa membiayai untuk makan aja susah ya…
walaupun bapak sama ibuku sudah pernah bilang apapun yang aku cita –
citakan mereka akan berusaha”jawab Dinda
“kamu pernah bilang kan sama
aku bahwa cita – cita itu nggak hanya di tulis dalam buku ataupun di
dalam kertas tetapi cita – cita itu harus diwujudkan setiap hari kan
sudah belajar artinya kamu sudah berjuang sejak dini bisa jadi suatu
ketika waktu yang akan datang kamu dapat sebuah beasiswa” kata Toni
Dinda berfikir “memang benar apa yang di katakan Toni sekarang kan aku
sudah berjuang sejak dini artinya aku sudah mempunyai sedikit bekal ,
bisa jadi suatu saat nanti aku akan mendapat beasiswa untuk meringankan
beban bapak sama ibu”. Dinda melamun sambil senyum – senyum sendiri.
Hingga suatu ketika ia dikagetkan oleh bel sekolah bertanda masuk ke
kelas. Tak lama kemudian gurupun masuk memberi pelajaran. Dinda
mengikuti pelajaran tersebut dengan penuh semangat. Sampai – sampai ia
tak menyadari bahwa jam pelajaran sudah selesai. Waktunya istirahat,
Dinda membuka bekalnya yaitu combro. Ia melihat Toni yang sedang
memasukkan bukunya ke dalam tas. Kebetulan ibunya membawakan 2 combro
jadi bisa ia bagi dengan Toni.
“Toni kamu mau combro?”kata Dinda sembari memnyodorkan bekalnya yang berisi combro kearah Toni
“makasih ya Din”jawab Toni dengan mengambil satu combro
Toni memakan cobro tersebut dengan lahap. Dinda yang melihat Toni makan
hanya tersenyum. Betapa bahagianya Dinda mempunyai sahabat seperti
Toni, ia berharap persahabatan ini tidak akan pernah terpisahkan
walaupun waktu yang memisahkan. Setelah selesai makan untuk mengisi
waktu istirahat mereka pergunakan dengan canda dan tawa. Beberapa menit
kemudian bel masuk telah diperbunyikan bertanda untuk memulai pelajaran
kedua. Namun kali ini guru pelajaran tak dapat masuk karena sedang izin
tidak berangkat ada sebuah keperluan keluarga. Semua murid yang ada di
kelas gaduh mengobrol sama temannya. Namun tidak buat Dinda ia memilih
untuk membaca mata pelajaran yang seharusnya di jelaskan hari ini.
Beberapa jam kemudian bel pulang telah di perbunyikan, Dinda pulang
sendiri sesampainya di rumah ia melihat ibunya sedang duduk sendirian di
dapur sambil melamun. Dinda yangmelihat ibunya tidak berani mendekati.
Takut akan menambah kesedihan ibunya. Di bukalah tutup makanan di meja
makan, ia terkejut karena tak ada satu pun lauk ataupun nasi.kali ini
dinda benar – benar tahu apa yang membuat ibunya sedih,yaitu saat ini di
rumahnya sedang krisis ekonomi. Ia berfikir apa yang harus Dinda
lakukan untuk membantu kedua orang tuanya. Setelah lama berfikir
akhirnya ia menemukan suatu ide. Dengan cepat Dinda masuk ke kamar ganti
baju dan berpamitan sama ibunya.
“bu Dinda pergi dulu ya”pamit Dinda sambil mencium tangan kanan ibunya
“iya tapi pulangnya jangan kesorean”pesan ibunya
“iya”
Dinda berjalan kesebuah toko donat. Ia menemui pemilik toko tersebut
dan menawarkan jasanya untuk memperjualkan donat tersebut keliling
kampung. Pemilik toko tersebut tidak tega melihat kepolosan Dinda,jadi
ia mengizinkan Dinda untuk memperjualkan donat itu. Betapa bahagianya
hati dinda mendengar ucapan sang pemilik toko. Lalu ia pun berjalan
menyusuri kampung dari rumah ke rumah menawarkan donat. Hanya beberapa
yang membeli donat tersebut. Walaupun panas terik matahari membakar
tubuhnya ia tak putus semangat memperjualkan donatnya. Ini semua ia
lakukan karena dinda sangat sayang kepada kedua orang tuanya meskipun
bapak dan ibunya tidak tahu bahwa ia berjualan donat. Satu persatu donat
pun habis terjual ia kembali ketoko donat tersebut dan memberikan uang
hasil dagangannya. Dinda mendapatkan bagian uang Rp 10.000,00 walaupun
uang yang ia dapatkan tidak banyak tetapi dinda tetap bersyukur karna
uang ini ia dapatkan dengan jerih payah. Dinda pun pulang ke rumah dan
masuk ke dalam kamar ia mengambil celengan ayam yang ia taruh di dalam
lemari dimasukkannya uang tersebut ke dalam celengan. Setelah itu ia
belajar demi menggapai cita-cita di masa depan.
Pagi hari
Semilir angin menemani semua orang untuk memulai aktivitasnya di pagi
hari yang cerah ini. Kebetulan hari ini adalah hari minggu.dinda bersiap
– siap untuk berjualan donat kembali. Tak lupa sebelum pergi ia
berpamitan sama ibunya kebetulan bapaknya sudah berangkat menarik becak.
“bu Dinda pergi dulu ya”pamit Dinda kepadaibunya
“iya memangnya kamu mau kemana Din” Tanya ibunya penasaran karena beberapa hari ini Dinda sering bepergian
“itu Dinda ada janji sama Toni “(maaffin Dinda kali ini Dinda terpaksa bohong)kata Dinda dalam hatI
“owh yaudahhati – hati dijalan”
“ya bu”
Selang
beberapa menit Toni datang mencari Dinda. Ibu Dinda bingung ia
mengatakan kepada Toni bahwa tadi sebelum Dinda pergi ia pamitan katanya
ada janji sama Toni. Tonipun juga bingung perasaan dari kemaren pulang
sekolah ia belum bertemu Dinda. Namun Toni tak mengatakannya pada ibu
Dinda. Lalu Toni pun berpamitan mencari Dinda. Ketika berjalan ia
melihat di sebuah rumah bahwa Dinda sedang melayani seseorang yang
sedang membeli donatnya. Toni pun menghampiri Dinda dengan di dalam
hatinya penuh tanda Tanya. Lalu Dinda menjelaskan kepada Toni mengapa ia
berjualan donat seperti ini. Toni yang mengerti apa alasan Dinda tak
kuat menahan sedih dengan senang hati ia membantu dinda berjualan.
Awalnya Dinda tak mau dengan tawaran Toni namun pada akhirnya Dinda mau.
Hari demi hari Dinda berjualan donat namun rahasianya tersebut
diketahui oleh kedua orang tuanya. Karena atas pemberi tahuan Vega yang
selama ini diam – diam mengikuti jejak Dinda lalu mengadukannya kepada
Dinda. Ibu dan bapak Dinda tidak marah namun bapaknya hanya menasehati
bahwa”seorang anak itutidak perlu membantu orang tuanya ini semua sudah
tanggujawab bapak sama ibu mendingan uang itu kamu tabung untuk sekolah
nanti”.
Tak terasa sebentar lagi sudah ujian nasional setiap hari ia
giat belajar agar mendapatkan nilai yang bagus. Hingga pada akhirnya
kini tibalah saatnya bertempur dengan soal – soal UN. Dinda mengerjakan
soal tersebut dengan hati – hati dan teliti. Hari demi hari telah di
lalui kini UN telah selesai satu bulan lagi pengumuman.
1bulan kemudian
Kini tiba saatnya pengumuman dan ternyata Dinda lulus dengan nilai yang
lumayan bagus. Dinda melihat Toni yang senang campur sedih.di dekatinya
Toni dan bertanya.
“kok sedih si Ton”Tanya dinda penasaran
“kita gak bisa satu kampus Din soalnya ayahku menyuruh aku untuk kuliah di luar negri”
“meskipun jarak yang memisahkan tapi hati kita tetap bersatu”kata Dinda menyemangati Toni
Toni pun berangkat keluar negri dan Dinda berangkat ke kota untuk
kuliah di fakultas kedokteran.betapa senangnya hati Dinda ia ketrima.
Namun Dinda juga sedih andai saja disini ada Toni pasti ia akan semakin
bahagia. Benar saja apa yang di katakana Toni, Dinda mendapatkan
beasiswa sampai lulus kuliah.
5 tahun kemudian
Dinda sudah lulus
dengan kuliahnya di fakultas kedokteran kini ia benar- benar menjadi
seorang dokter di sebuah puskesmas di kampungnya. Akibat dinda menjadi
seorang dokter kini ekonominya menjadi lebih baik bapaknya sudah tidak
bekerja sebagai tukang becak dan kakaknya sudah menikah dan kini bekerja
menjadi guru di luarkota. Yang tak tertinggal hari ini toni pulang dari
luar negri dan ia akan bertemu langsung dengan sahabat lamanya,dinda.
Di depan rumah Dinda,Toni datang dengan memakai baju kemeja yang
dimasukkan. Dinda yang melihat Toni langsung menghampirinya.
“dinda
benar apa yang kamu bilang,meskipun jarak yang memisahkan tapi hati kita
tetap bersatu kamu adalah teman terbaikku selamanya”kata Toni
Kini
dinda dan Toni bahagia bersama seorang sahabat. Tak ada lagi kesedihan
yang menimpanya hanya sebuah senang yang kini hadir didalam hidup
mereka. Apa yang di cita –citaka Dinda sudah terwujudkan perjuangan yang
ia lakukan kini membawakan hasil yang melimpah. Dalam hati ia berkata”
aku sungguh berterima kasih karena cita- cita yang selama ini aku
impikan menjadi kenyataan”.
TAMAT
MOTTO”mulailah dari
sekarang apa yang kamu impikan karena ini semua akan akan membuahkan
hasil yang tak pernah di sangka, Jangan pernah pantang menyerah dan
selalu berusaha buatlah sebuah kesalahan sebagai motivasi”
Dia memang tidak terlalu pandai dalam pendidikan namun itulah yang
membuat ia untuk selalu berusaha dan pantang menyerah. Ejekan dan hinaan
ia jadikan pelajaran agar menjadi yang lebih baik. Ia terima dengan
lapang dada apapun hasilnya entah itu sebuah keberhasilan ataupun
ketidakkeberhasilan. Senyuman manis yang muncul dari bibirnyalah yang
membuat ia tak pernah sedih. Dinda itulah semua orang akrab
memanggilnya. Setiap waktu, hari - harinya ia pergunakan untuk
belajar,belajar dan belajar. Tak ada kegiatan lain yang ia pergunakan
selain belajar. Keluarganya memang sangat mementingkan pendidikan
walaupun uang yang tak mencukupi. Berbagai cara orang tuanya mencari
uang agar anak – anaknya bisa sekolah, mengingat kedua orang tuanya dulu
ingin bersekolah namun karena keterbatasan biaya tak dapat melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi. Bermodalkan becak setiap hari
menghantarkan orang yang akan bepergian dengan hasil yang tak menentu.
Dinda memang anak yang sederhana, ia tak malu mempunyai orang tua yang
bekerja sebagai tukang becak. Disisi lain ia malah bangga karena
becaklah yang membuat ia bisa sampai seperti ini.
Pagi ini terasa
sangat dingin, kicauan burung yang merdu, kokokan ayam yang begitu
indah. Seakan ia ingin cepat – cepat berangkat ke sekolah dan menerima
pelajaran. Fero kakak dinda sudah berangkat bekerja terlebih dahulu
menjadi guru sekolah dasar. Bapaknya juga sudah berangkat bekerja karena
takut kehilangan penumpang langganannya. Kini di rumah tinggalah ibu
dengan Dinda, berat rasanya Dinda meninggalkan ibunya di rumah sendiri.
Namun mau dikata apa ia harus rela demi menimba ilmu di sekolah. Hanya
dengan senyuman manis yang keluar dari bibir Dinda lebih dari cukup
untuk ucapan selamat tinggal kepada ibunya.
Hari ini di sekolah
terasa sangat sepi hanya beberapa orang yang datang. Karena Dinda
berangkat ke sekolah masih pukul 06.30 terlalu pagi untuk anak berangkat
ke sekolah. Satu persatu seorang siswa/siswi datang ada yang diantar
oleh orang tuanya, ada yang memakai kendaraan sendiri dan ada juga yang
jalan kaki. Sekarang ini Dinda sudah kelas 3 sma. Ia memandangi
pepohonan dari depan pintu kelasnya. Tiba –tiba seseorang datang lalu
mengejutkan Dinda yang sedang melamun.
“Dinda”teriak orang tersebut sambil menepuk pundak sebelah kanan Dinda
Dinda
terkejut namun ia tidak marah malah ia tersenyum. Ya, seseorang yang
mengagetkan Dinda adalah sahabat terbaiknya. Sebut saja Toni ia yang
selama ini menemani Dinda di saat senang maupun sedih. Dinda dan Toni
sudah berteman sejak kecil. Meskipun Toni anak orang kaya ia tak malu
berteman dengan Dinda. Karena Toni berfikir bahwa semua orang didunia
ini sama tak ada kata orang miskin ataupun orang kaya.
“tumben kamu sudah datang kan ini masih jam 07.00”Tanya Dinda
“sesekali datang pagi juga gak apa – apakan”jawab toni dengan menaikkan kedua alisnya
“ya gak apa-apa sih”kata dinda
Lalu mereka mengobrol `di depan pintu kelas. Tanpa menghiraukan di
sekitarnya seakan – akan dunia ini milik mereka berdua. Tertawa itulah
yang membuat mereka bahagia. Menghapuskan segala kesedihan yang ada di
dalam hati mereka. Tak lama kemudian datanglah Vega anak seorang
pengusaha kue. Di sekolah Vega di kenal sebagai seorang murid yang
sombong merendahkan orang lain. Maka dari itulah ia tak mempunyai
seorang teman.
“minggir”kata Vega dengan nada sombongnya kepada Dinda
“hei kalo bicara pelan saja ngapa”ketus Toni yang sudah geregetan atas kelakuan Vega terhadap Dinda
“maaf tapi gak bisa”kata Vega dengan nada sok polos
“sudahlah Toni biarkan saja”kata dinda penuh kesabaran
“itu temen kamu aja bilang gak apa-apa”
Hanya Dindalah yang dapat meredam kemarahan Toni ia tak bisa berkata
lain kalau Dinda sudah berkata tidak. Bel telah di bunyikan semua murid
masuk kekelas masing- masing termasuk Dinda dan Toni yang kebetulan
mereka satu bangku. Entah mengapa pelajaran kali ini membuat Dinda
mengantuk padahal sebelumnya ia tak pernah seperti ini. Apakah karena
tadi malam ia tidur kemalaman karena belajar atau karena hal lain.
Beberapa jam kemudian waktunya istirahat semua murid pergi ke kantin
untuk membeli makanan. Namun tidak dengan dinda, ia memilih membawa
bekal dari rumah masakan ibunya. Uang saku yang di berikan oleh ayahnya
ia tabung meskipun tak banyak yang penting cukup. Jika ia menginkan
sesuatu ia selalu berfikir dua kali. Sebab ia berpendapat dari pada uang
untuk membeli sesuatu yang gak penting mending ditabung. Ia teringat
oleh pesan bapaknya”jangankau hambur – hamburkan uang sesuatu yang gak
penting mendingan kau pergunakan uang tersebut untuk masa depan karena
di depan kamu itu masih banyak yang menunggu”. Itulah yang membuat Dinda
selama ini hidup hemat. Kali ini ibunya membekali Dinda dengan nasi
lalu dari atasnya dikasih sayur asem itupun lebih dari cukup.
Namun,ketika Dinda makan bekal tersebut di dalam kelas Toni juga ikut
mengeluarkan bekalnya. Dinda terkejut melihat Toni membawa bekal. Karena
sebelumnya Toni tidak pernah membawa bekal dari rumah. Malah ia membeli
makanan di kantin.
“tumben kamu bawa bekal biasanya makan di kantin”Tanya Dinda sambil menyantap makanannya
“aku
gak mau melihat kamu makan sendirian di kelas masa iya aku makan di
kantin kamu makan dikelas”jawab Toni sembari membuka bekalnya
“makasih ya”kata Dinda
“sama
–sama, oya kita tukeran bekal yuk aku juga ingin merasakan bekal
masakan ibu”ajak Toni sembari menyodorkan bekalnya kepada Dinda
“tapi……………………”kata Dinda belum selesai bicara
“udah sini bekal kamu ni bekal aku jangan lupa di habiskan”kata Toni dengan menarik bekal Dinda
“makasih ya”ucap Dinda tanpa tertinggal dengan senyuman manisnya
“iya sama – sama kamu tu kebanyakan bilang terima kasih deh”kata Toni
Mereka berdua pun memakan bekal tersebut dengan lahap. Sampai – sampai
tak terasa makanan tersebut sudah habis. Tidak lama kemudian bel masuk
telah di perbunyikan menandakan di mulainya pelajaran selanjutnya. Guru
pun masuk ke dalam kelas dan melanjutkan materi. Hingga beberapa jam
kemudian waktunya pulang. Dinda pulang jalan kaki namun ia tak mengeluh
karena ia bersyukur Tuhan masih memberikan kedua kakinya sehat tanpa
cacat sedikitpun. Mengingat beberapa orang di luar sana yang banyak
tidak bisa jalan akibat sebuah kecelakaan ataupun disebabkan hal lain,
betapa inginnya mereka bisa berjalan seperti orang normal lainnya.
Ketika Dinda berjalan masih sampai di depan gerbang sekolah Toni datang
dengan mengendarai sepedanya. Toni mengajak dinda untuk berkunjung ke
rumahnya karena ibu Toni kangen dengan Dinda. Akhirnya dengan berbagai
cara Dinda mau ikut dengan Toni. Dalam perjalanan mereka berdua penuh
canda dan tawa. Toni menganggap Dinda bukan hanya sebagai sahabat
melainkan menganggap Dinda sebagai adiknya. Mengingat Toni di rumahnya
sebagai anak tunggal.
Sesampainya dirumah, mereka berdua
mengucapkan salam. Betapa bahagianya ibu Toni melihat dinda ia
menganggap Dinda seperti anaknya sendiri. Ternyata di rumah ibu Toni
sudah menyiapkan makanan untuk Dinda dan Toni ini semua guna menyambut
kedatangan dinda dan Toni. Karena sudah beberapa minggu ini Dinda jarang
kerumah Toni karena Dinda di sibukkan dengan membantu ibunya di rumah.
Hari sudah mulai sore Dinda berpamitan dengan ibu Toni dan Toni.
Sebenarnya Toni ingin menghantarkan Dinda sampai di rumahnya namun ia
malah menolaknya dengan alasaan takut merepotkan Toni, ia memilih untuk
jalan kaki karena rumah Dinda yang tak jauh dengan rumah Toni. Akhirnya
Dinda pulang sendiri, di dalam perjalanan dalam hati ia berkata”betapa
bersyukurnya aku mempunyai keluarga yang sangat aku cintai sahabat yang
selalu ada untukku dan ibu Toni yang sangat menyayangiku seperti
menyayangi anaknya sendiri , mungkin aku adalah orang yang beruntung
namun aku tak akan lupa dengan rasa syukur ini”. Hingga suatu saat Dinda
telah sampai di rumahnya. Ia melihat bapaknya baru pulang dari menarik
becak duduk di kursi sambil mengipas – ngipas tubuhnya dengan topinya
menandakan betapa capeknya bapaknya itu. Dinda tak tega melihat bapaknya
tersebut tanpa berganti pakaian seragam sekolahnya pergi ke dapur di
buatlah segelas kopi panas dengan gula yang tak terlalu banyak. Di
bawanya kopi tersebut kepada bapaknya dengan hati – hati. Bapaknya yang
melihat Dinda tersenyum .
“bapak ini Dinda buatin kopi panas pasti bapak hauskan”kata Dinda sambil menaruh kopi panas tersebut di meja
“makasih ya Dinda tahu aja kalau bapakmu ini haus”
Setelah menaruh kopi panas Dinda berpamitan untuk berganti baju.
Setelah berganti baju, Dinda membantu ibunya yang sedang mencuci
pakaian. Akhirnya mencuci pakian telah selesai ibunya menyuruh Dinda
untuk belajar ia tak usah membantu ibunya membersihkan rumah karena
tugas dari seorang anak adalah belajar, belajar dan belajar. Dinda
menuruti apa perkataan ibunya ia langsung masuk ke dalam kamar untuk
belajar. Dalam hati Dinda berkata”aku harus tetap belajar sampai kapan
pun walaupun sampai ujung dunia ia capai “ itulah kata – kata Dinda
untuk menyemangati hidupnya. Ia tak mau terus – terusan di remehkaan
orang lain ia akan menunjukkan bahwa ia bisa karna itu suatu pencapaian
membutuhkan perjuangan apapun hasilnya diterima dengan lapang dada entah
itu sebuah keberhasilan ataupun sebuah ketidakberhasilan.
Ia
teringat pesan bapaknya bahwa “belajar itu tak ada habisnya kalau kita
masih di beri kesehatan teruslah belajar “. Dinda menganggap belajar
tersebut dengan kewajiban yang harus di jalaninya setiap hari. Ia tak
mau menyianyiakan waktu hanya untuk hal yang tak penting. Cita- cita itu
gak hanya di tulis di buku atapun di lembaran kertas tetapi cita – cita
tersebut harus diwujudkan baru itu menendakan apa yang telah ia
perjuangkan telah membuahkan hasil. Hari sudah mulai malam semua orang
yang ada di rumah sudah tidur namun demi cita – cita dinda akan terus
belajar.
Pukul 12.00
Dinda melihat jam dindingnya ternyata
sudah pukul 12.00 matanya sudah tak kuat untuk membuka. Perlahan – lahan
ia tertidur di kursi dan ditundukkanlah kepalanya di atas meja. Ia
tertidur begitu pulas sampai – sampai tak terasa hari sudah pagi.
Rasanya masih 2 jam lalu Dinda tidur namun sudah pagi. Dinda bangun lalu
dia bersiap – siap untuk berangkat kesekolah. Ia melihat bapaknya masih
duduk santai di kursi seperti menunggu seseorang. Ibunya menyiapkan
bekal untuk Dinda.kali ini ibunya tidak membawakan nasi dengan lauk
melainkan combro. Karena hari ini sayuran yang ada di rumahnya habis.
“bapak kok belum berangkat, nanti pelanggannya kabur lo?”Tanya Dinda
“bapak mau nganterin kamu ke sekolah” jawab bapaknya dengan penuh keyakinan
Dinda terlihat begitu senang, mendengar ucapan bapaknya akan
menghantarkan Dinda ke sekolah. Walaupun ia dihantarkan dengan becak ia
tak merasa malu. Karna ia menganggap tanpa becak keluarganya tidak akan
bisa makan walupun hasilnya tak banyak.
Beberapa jam kemudian
sampailah Dinda dan bapaknyadi sekolah. Sebelum masuk ke sekolah tak
lupa dinda bersalaman dengan bapaknya mengucapkan salam dan senyuman
manis dari bibir mungilnya. Ia berjalan memasuki lorong – lorong sekolah
dengan santai. Sesampainya di dalam kelas ia menunggu kedatangan Toni.
Tak lama kemudian Toni datang dan ditaruhkannya tas di meja.
“Dinda cita cita kamu mau jadi apa?” Tanya toni
Dinda terlihat kebingungan atas pertanyaan Toni. Karena sebelumnya Toni tidak pernah bertanya seperti itu.
“aku
ingin jadi dokter tapi itu kayaknya gak mungkin kamu tahu sendiri kan
aku gak terlalu pandai udah gitu masuk di fakultas kedokteran kan mahal
mana mungkin bapak sama ibuku bisa membiayai untuk makan aja susah ya…
walaupun bapak sama ibuku sudah pernah bilang apapun yang aku cita –
citakan mereka akan berusaha”jawab Dinda
“kamu pernah bilang kan sama
aku bahwa cita – cita itu nggak hanya di tulis dalam buku ataupun di
dalam kertas tetapi cita – cita itu harus diwujudkan setiap hari kan
sudah belajar artinya kamu sudah berjuang sejak dini bisa jadi suatu
ketika waktu yang akan datang kamu dapat sebuah beasiswa” kata Toni
Dinda berfikir “memang benar apa yang di katakan Toni sekarang kan aku
sudah berjuang sejak dini artinya aku sudah mempunyai sedikit bekal ,
bisa jadi suatu saat nanti aku akan mendapat beasiswa untuk meringankan
beban bapak sama ibu”. Dinda melamun sambil senyum – senyum sendiri.
Hingga suatu ketika ia dikagetkan oleh bel sekolah bertanda masuk ke
kelas. Tak lama kemudian gurupun masuk memberi pelajaran. Dinda
mengikuti pelajaran tersebut dengan penuh semangat. Sampai – sampai ia
tak menyadari bahwa jam pelajaran sudah selesai. Waktunya istirahat,
Dinda membuka bekalnya yaitu combro. Ia melihat Toni yang sedang
memasukkan bukunya ke dalam tas. Kebetulan ibunya membawakan 2 combro
jadi bisa ia bagi dengan Toni.
“Toni kamu mau combro?”kata Dinda sembari memnyodorkan bekalnya yang berisi combro kearah Toni
“makasih ya Din”jawab Toni dengan mengambil satu combro
Toni memakan cobro tersebut dengan lahap. Dinda yang melihat Toni makan
hanya tersenyum. Betapa bahagianya Dinda mempunyai sahabat seperti
Toni, ia berharap persahabatan ini tidak akan pernah terpisahkan
walaupun waktu yang memisahkan. Setelah selesai makan untuk mengisi
waktu istirahat mereka pergunakan dengan canda dan tawa. Beberapa menit
kemudian bel masuk telah diperbunyikan bertanda untuk memulai pelajaran
kedua. Namun kali ini guru pelajaran tak dapat masuk karena sedang izin
tidak berangkat ada sebuah keperluan keluarga. Semua murid yang ada di
kelas gaduh mengobrol sama temannya. Namun tidak buat Dinda ia memilih
untuk membaca mata pelajaran yang seharusnya di jelaskan hari ini.
Beberapa jam kemudian bel pulang telah di perbunyikan, Dinda pulang
sendiri sesampainya di rumah ia melihat ibunya sedang duduk sendirian di
dapur sambil melamun. Dinda yangmelihat ibunya tidak berani mendekati.
Takut akan menambah kesedihan ibunya. Di bukalah tutup makanan di meja
makan, ia terkejut karena tak ada satu pun lauk ataupun nasi.kali ini
dinda benar – benar tahu apa yang membuat ibunya sedih,yaitu saat ini di
rumahnya sedang krisis ekonomi. Ia berfikir apa yang harus Dinda
lakukan untuk membantu kedua orang tuanya. Setelah lama berfikir
akhirnya ia menemukan suatu ide. Dengan cepat Dinda masuk ke kamar ganti
baju dan berpamitan sama ibunya.
“bu Dinda pergi dulu ya”pamit Dinda sambil mencium tangan kanan ibunya
“iya tapi pulangnya jangan kesorean”pesan ibunya
“iya”
Dinda berjalan kesebuah toko donat. Ia menemui pemilik toko tersebut
dan menawarkan jasanya untuk memperjualkan donat tersebut keliling
kampung. Pemilik toko tersebut tidak tega melihat kepolosan Dinda,jadi
ia mengizinkan Dinda untuk memperjualkan donat itu. Betapa bahagianya
hati dinda mendengar ucapan sang pemilik toko. Lalu ia pun berjalan
menyusuri kampung dari rumah ke rumah menawarkan donat. Hanya beberapa
yang membeli donat tersebut. Walaupun panas terik matahari membakar
tubuhnya ia tak putus semangat memperjualkan donatnya. Ini semua ia
lakukan karena dinda sangat sayang kepada kedua orang tuanya meskipun
bapak dan ibunya tidak tahu bahwa ia berjualan donat. Satu persatu donat
pun habis terjual ia kembali ketoko donat tersebut dan memberikan uang
hasil dagangannya. Dinda mendapatkan bagian uang Rp 10.000,00 walaupun
uang yang ia dapatkan tidak banyak tetapi dinda tetap bersyukur karna
uang ini ia dapatkan dengan jerih payah. Dinda pun pulang ke rumah dan
masuk ke dalam kamar ia mengambil celengan ayam yang ia taruh di dalam
lemari dimasukkannya uang tersebut ke dalam celengan. Setelah itu ia
belajar demi menggapai cita-cita di masa depan.
Pagi hari
Semilir angin menemani semua orang untuk memulai aktivitasnya di pagi
hari yang cerah ini. Kebetulan hari ini adalah hari minggu.dinda bersiap
– siap untuk berjualan donat kembali. Tak lupa sebelum pergi ia
berpamitan sama ibunya kebetulan bapaknya sudah berangkat menarik becak.
“bu Dinda pergi dulu ya”pamit Dinda kepadaibunya
“iya memangnya kamu mau kemana Din” Tanya ibunya penasaran karena beberapa hari ini Dinda sering bepergian
“itu Dinda ada janji sama Toni “(maaffin Dinda kali ini Dinda terpaksa bohong)kata Dinda dalam hatI
“owh yaudahhati – hati dijalan”
“ya bu”
Selang
beberapa menit Toni datang mencari Dinda. Ibu Dinda bingung ia
mengatakan kepada Toni bahwa tadi sebelum Dinda pergi ia pamitan katanya
ada janji sama Toni. Tonipun juga bingung perasaan dari kemaren pulang
sekolah ia belum bertemu Dinda. Namun Toni tak mengatakannya pada ibu
Dinda. Lalu Toni pun berpamitan mencari Dinda. Ketika berjalan ia
melihat di sebuah rumah bahwa Dinda sedang melayani seseorang yang
sedang membeli donatnya. Toni pun menghampiri Dinda dengan di dalam
hatinya penuh tanda Tanya. Lalu Dinda menjelaskan kepada Toni mengapa ia
berjualan donat seperti ini. Toni yang mengerti apa alasan Dinda tak
kuat menahan sedih dengan senang hati ia membantu dinda berjualan.
Awalnya Dinda tak mau dengan tawaran Toni namun pada akhirnya Dinda mau.
Hari demi hari Dinda berjualan donat namun rahasianya tersebut
diketahui oleh kedua orang tuanya. Karena atas pemberi tahuan Vega yang
selama ini diam – diam mengikuti jejak Dinda lalu mengadukannya kepada
Dinda. Ibu dan bapak Dinda tidak marah namun bapaknya hanya menasehati
bahwa”seorang anak itutidak perlu membantu orang tuanya ini semua sudah
tanggujawab bapak sama ibu mendingan uang itu kamu tabung untuk sekolah
nanti”.
Tak terasa sebentar lagi sudah ujian nasional setiap hari ia
giat belajar agar mendapatkan nilai yang bagus. Hingga pada akhirnya
kini tibalah saatnya bertempur dengan soal – soal UN. Dinda mengerjakan
soal tersebut dengan hati – hati dan teliti. Hari demi hari telah di
lalui kini UN telah selesai satu bulan lagi pengumuman.
1bulan kemudian
Kini tiba saatnya pengumuman dan ternyata Dinda lulus dengan nilai yang
lumayan bagus. Dinda melihat Toni yang senang campur sedih.di dekatinya
Toni dan bertanya.
“kok sedih si Ton”Tanya dinda penasaran
“kita gak bisa satu kampus Din soalnya ayahku menyuruh aku untuk kuliah di luar negri”
“meskipun jarak yang memisahkan tapi hati kita tetap bersatu”kata Dinda menyemangati Toni
Toni pun berangkat keluar negri dan Dinda berangkat ke kota untuk
kuliah di fakultas kedokteran.betapa senangnya hati Dinda ia ketrima.
Namun Dinda juga sedih andai saja disini ada Toni pasti ia akan semakin
bahagia. Benar saja apa yang di katakana Toni, Dinda mendapatkan
beasiswa sampai lulus kuliah.
5 tahun kemudian
Dinda sudah lulus
dengan kuliahnya di fakultas kedokteran kini ia benar- benar menjadi
seorang dokter di sebuah puskesmas di kampungnya. Akibat dinda menjadi
seorang dokter kini ekonominya menjadi lebih baik bapaknya sudah tidak
bekerja sebagai tukang becak dan kakaknya sudah menikah dan kini bekerja
menjadi guru di luarkota. Yang tak tertinggal hari ini toni pulang dari
luar negri dan ia akan bertemu langsung dengan sahabat lamanya,dinda.
Di depan rumah Dinda,Toni datang dengan memakai baju kemeja yang
dimasukkan. Dinda yang melihat Toni langsung menghampirinya.
“dinda
benar apa yang kamu bilang,meskipun jarak yang memisahkan tapi hati kita
tetap bersatu kamu adalah teman terbaikku selamanya”kata Toni
Kini
dinda dan Toni bahagia bersama seorang sahabat. Tak ada lagi kesedihan
yang menimpanya hanya sebuah senang yang kini hadir didalam hidup
mereka. Apa yang di cita –citaka Dinda sudah terwujudkan perjuangan yang
ia lakukan kini membawakan hasil yang melimpah. Dalam hati ia berkata”
aku sungguh berterima kasih karena cita- cita yang selama ini aku
impikan menjadi kenyataan”.
TAMAT
MOTTO”mulailah dari
sekarang apa yang kamu impikan karena ini semua akan akan membuahkan
hasil yang tak pernah di sangka, Jangan pernah pantang menyerah dan
selalu berusaha buatlah sebuah kesalahan sebagai motivasi”
EMAIL : hestiyuniwati@gmail.com
http://www.catatanfiksi.com/2016/03/cerpen-motivasi-akan-ku-gapai-setinggi.html